Tolak Tambang Emas, Warga Melakukan “Aksi Ngontel” Banyuwangi - Surabaya




Rombongan "Aksi Ngontel" Sepeda melintasi salah satu jalan nasional sebelum memasuki Kota Probolinggo (17/2/2020)


PROBOLINGGO, JurnalKimNews - Sejumlah warga dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, melakukan “aksi ngontel” sepeda sepanjang 300 KM dari Banyuwangi ke kantor Gubernur di Surabaya. Mereka berangkat dari posko penolakan tambang di Pancer pada Sabtu (15/2/2020) pukul 09.00 WIB.
     Hal itu mereka lakukan sebagai bagian dari bentuk protes dan penolakan terhadap izin atas PT DSI (Damai Suksesindo) untuk melakukan aktivitas pertambangan emas di Gunung Salakan, setelah sebelumnya PT BSI (Bumi Suksesindo) melakukan aktivitas pertambangan di Gunung Tumpang Pitu yang juga menuai protes dari warga.
      Sebelum melakukan aksi ini, warga melakukan aksi mendirikan tiga ratus tenda di area akses ke Gunung Salakan dan sempat berhadapan dengan aparat. Mereka masih bertahan di sana menjaga tenda dan memblokir akses. Dan, “aksi ngontel” ini tak lain merupakan kelanjutan dari aksi mendirikan tenda.  
   Usman A. Halimi, koordinator aksi mengatakan, sebenarnya mereka sudah melakukan protes berkali-kali, namun masih belum mendapatkan respons. Akhirnya mereka memutuskan untuk menemui gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, dengan “ngontel” dan membawa dua tuntutan. Pertama, mendesak gubernur mencabut izin usaha pertambangan (IUP) PT BSI maupun PT DSI di area Gunung Tumpang Pitu dan Gunung Salakan. Kedua, agar perusahaan terkait memulihkan kawasan yang rusak akibat aktivitas pertambangan selama ini.
    “Selain menimbulkan kerusakan ekologi yang parah, sehingga menyebabkan terjadinya banjir, rusaknya habitat alami, dan berdampak pada laut yang menjadi tempat mata pencaharian masyarakat sekitar sebagai nelayan, keberadaan tambang emas di kawasan Tumpang Pitu juga memiliki dampak sosial seperti perselisihan dan permusuhan antar warga, bahkan antar keluarga, akibat pro-kontra terkait aktivitas pertambangan,” ujarnya.   
     Aksi ini diikuti oleh empat puluh tiga orang, lima belas orang terdiri dari ibu-ibu dan sisanya para laki-laki. Sebagian besar adalah warga Pancer dan ada pula beberapa orang dari jaringan solidaritas peduli lingkungan. Dua puluh orang mengendarai sepeda ontel, sebagian yang lain mengemudi pick-up dan mengendarai motor yang ikut serta dalam aksi ini.
     Mereka melaju ke Surabaya dengan berhenti di beberapa titik yang sudah ditentukan di sepanjang rute: Jember, Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, dan Porong. Mereka disambut oleh jaringan solidaritas tolak tambang maupun aktivis lingkungan di setiap titik pemberhentian. Di Kota Probolinggo sendiri (17/2) mereka memilih berhenti di Museum. Rombongan disambut oleh aktivis mahasiswa, Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), dan awak media. (*)

Kontributor: Kim

Posting Komentar

0 Komentar